Cara Orang Rimba (Suku Anak Dalam) Mengkonservasi Hewan Dan Tanaman Studi Lapangan Di Bukit Suban Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi 1
Tanaman (flora) dan hewan (fauna) di Taman Nasional Bukit Dua Belas merupakan bagian sangat penting bagi kehidupan orang rimba. Karena tanaman dan hewan digunakan orang rimba untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bila terjadi kerusakan dan habis akan sangat mempengaruhi keberlanjutan hidup orang rimba. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha konservasi dilakukan orang rimba dalam mempertahankan tanaman dan hewan yang ada didalam hutan.
Konservasi berasal dari bahasa inggris conservation, yang artinya pelestarian atau perlindungan. 2 Konservasi adalah suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan biosfir sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi-generasi yang akan datang.3 Menurut UU No. 4 Thn 1982, konservasi sumber daya alam adalah pengelolahan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman.
Pengertian hutan (forest) sebagai suatu ekosistem yang ditandai oleh tutupan pohon padat atau kurang padat dan menempati areal yang luas, sering terdiri dari tegakan yang variatif didalam karakternya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan secara bersama-sama berasosiasi dengan padang rumput, sungai, ikan, dan hewan-hewan liar.4
Luas wilayah hunian orang rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas berdasarkan surat keputusan dari Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada tanggal 20 Agustus tahun 2000 seluas 60.500 hektar yang dimaksudkan untuk beberapa tujuan, dintaranya; 1. Sebagai ruang hidup orang rimba, 2.Melindungi keanekaragaman hayati baik hewan maupun tumbuhan di dalamnya.5 Dari keputusan ini pemerintah ingin memberikan kewenangan pada orang rimba untuk mengolah hutan namun tetap punya peran penting dalam menjaga kelestarian hutan.
Gambar 1.1. Anak-anak Orang Rimba
Hubungan yang erat antara orang rimba dengan hutan juga tercermin dalam seluko (Pepatah Adat) orang rimba terhadap kelestarian hutannya.Salah satu seluko yang ada diantaranya “Ado rimba ado bungo, ado bungo ado dewo” (terj: ada rimba ada bunga, ada bunga ada dewa). Dalam melindungi rimba, orang rimba juga melandaskan pada hukum adat yang sangat aware terhadap hutan.Hukum adat tersebut sangat dipatuhi karena mereka menyadari bahwa kelestarian hutan mereka tergantung pada cara mereka menjaga dan merawat hutan mereka.6 Dari sini terlihat hutan mempunyai posisi penting dalam tataran kehidupan orang rimba.
Untuk mengetahui cara konservasi orang rimba terhadap hutan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Konservasi Tumbuhan
Orang rimba sudah memiliki struktur organisasi kuat mengatur kehidupan antar orang rimba, tumbuhan dan hewan serta alam. Dalam orang rimba terdapat lembaga adat yang dipimpin oleh seorang temenggung, saat ini terdapat 10 wilayah tumenggungan, dimana masing-tumenggungan memiliki adat yang sangat kuat termasuk mengatur tentang hubungan orang rimba dengan tumbuhan dan hewan agar tetap lestari dan terlindungi. 7
Orang rimba memanfaatkan tumbuhan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, tumbuhan yang digunakan diantaranya yaitu kayu hutan, tumbuhan obat dan tumbuhan anggrek . Orang rimba menggunakan dan mengambil tumbuhan dari hutan tidak pernah berlebihan dan secukupnya saja, jika sudah terpenuhi hidup sehari-hari sudah tidak mengambil kembali.8
Orang rimba dalam mengkonservasi tumbuhan yang ada dalam hutan telah dimasukkan dalam hukum adat, maksud dari itu yakni menjaga kelestarian tumbuhan, dalam hal ini pepohonan agar tetap berlanjut dan bentuk rasa hormat mereka terhadap pohon tersebut. Beberapa pohon disakralkan dan tidak dapat ditebang bahkan tidak boleh tergores atau terkena parang, beberapa pohon tersebut yaitu:
1. Pohon Sentubung, pohon ini menjadi simbol kehidupan anak-anak orang rimba.Pada saat mereka dilahirkan, ari-ari dari bayi yang lahir ditanam dan diatasnya juga ditanam pohon sentubung.
2. Pohon Senggeris adalah pohon yang melambangkan kekuatan dan daya juang orang rimba dalam menjalani kehidupan di rimba.
3. Pohon Sialang (sialong) dalam bahasa rimba merupakan pohon tempat hidup lebah hutan yang menghasilkan madu bagi mereka. Pohon sialang yaitu pohon kedundung, pohon kruing, pulai, kawon dan pari. Menurut keyakinan mereka dalam pohon terdapat dewa yang menghuni. Pohon Sialang yang utama adalah pohon kedundung. Apabila mereka menyakiti pohon sialang bahkan memotongnya, maka hukumannya setara dengan membunuh nyawa manusia dan harus didenda sebanyak 500 kain.9
Selain kayu hutan, di dalam Taman Nasional Bukit 12 juga terdapat beragam tanaman-tanaman obat.Dalam proses untuk mendata biota medika yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas, pada tahun 1998 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Institut Pertanian Bogor Melakukan ekspedisi Biota Medika. Dalam ekspedisi tersebut diperoleh sekitar 137 jenis tumbuhan obat yang terdiri dari 110 jenis tanaman obat dan 27 jenis cendawan obat. Hasil ekspedisi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Balai Taman Nasional Bukit Duabelas dengan membuat demplot atau area pengembangan tanaman obat yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup tanaman obat yang ada di kawasan bukit duabelas. Luas area yang digunakan sebgai area konservasi tanaman obat seluas 2 Ha berada di Zona Pemanfaatan di resort Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, STPN Wilayah II.10
Gambar 1.2. Rumah SAD di Dalam Hutan
Sekarang dengan mudahnya orang rimba berhubungan dengan orang luar yakni orang desa, mereka mulai terpengaruh untuk membuka hutan dengan menanam karet dan beberapa sudah beralih menanam sawit. Kini lahan-lahan sekitar taman nasional sudah banyak dibuka oleh orang desa dengan menanam sawit. Hal ini tentu berbeda dengan orang rimba yang tak menggunakan lahan tersebut secara berlebihan untuk mencari keuntungan.11
Sekarang dengan mudahnya orang rimba berhubungan dengan orang luar yakni orang desa, mereka mulai terpengaruh untuk membuka hutan dengan menanam karet dan beberapa sudah beralih menanam sawit. Kini lahan-lahan sekitar taman nasional sudah banyak dibuka oleh orang desa dengan menanam sawit. Hal ini tentu berbeda dengan orang rimba yang tak menggunakan lahan tersebut secara berlebihan untuk mencari keuntungan.11
2. Konservasi Hewan
Orang rimba dalam melindungi (konservasi) hewan telah dimasukkan kedalam hukum adat. Dimana semua orang rimba harus mentaati aturan adat tersebut. Apabila melanggar hukum adat dengan membunuh atau melukai hewan tersebut, mereka berkeyakinan akan membawa bencana, karena menurut mereka hewan tersebut merupakan jelmaan dewa-dewa yang mereka anut. Hewan tersebut yaitu Harimau (Dewa Harimau), Enggang (Dewa Burung) dan Gajah (Dewa Gajah). Apabila ada yang melanggar didenda dengan membayar 500 kain.12
Sementara itu, terkait dengan potensi fauna, berdasarkan penelitian LIPI pada tahun 1998 terdapat beragam jenis fauna yang ada di dalam kawasan hutan Taman Nasional Bukit Duabelas yang hidup dan dimanfaatkan oleh orang rimba. Fauna yang ada diantaranya; Harimau Sumatera, Gajh, Kucing hutan, Beruang Madu, Rusa Sambar, Babi Hutan, Tapir, Kijang, Landak Sumatera, Tupai Tanah, Musang, Kera ekor panjang, Beruk, Biawak, Siamang, Ungko, Balam, Murai Batu, Ayam Hutan, Kuau, Enggang Gading, Elang, Gagak, Burung Rangkong, Labi-labi, Ikan-ikan.13
Bagi orang rimba, hewan yang dianggap bedewo (keramat/sebagai dewa mereka) khususnya harimau sumatera, gajah, burung gading, anjing adalah hewan yang tidak boleh dimakan.Selain itu, bagi mereka (orang rimba) hewan-hewan yang dipelihara dan diternakkan seperti ayam, anjing, kambing, sapi dianggap sebagai anak mereka sendiri.14 Mereka percaya apabila mereka melanggar hal tersebut maka mereka akan menerima musibah dan laknat dari dewa.Selain Selain hewan-hewan tersebut mereka boleh memakannya (sebagai louk; lauk). Hewan yang diburu dan menjadi pemenuh kebutuhan protein hewani ornag rimba adalah sebagai beriut; kancil, rusa, kijang, tonuk (tapir), landok (landak), nangoy (sejenis babi), babi hutan, posou (tupai), cinceher (berang-berang), bentorung (sejenis muang), munsong (musang), ular, kuya (biawak), kodok, napu (sejenis kancil tapi lebih besar), ikan, kura-kura dan labi hutan.Hewan-hewan buruan tersebut dikategorikan menjadi 2 jenis oleh orang rimba, hewan bertubuh besar (louk godong) dan hewan bertubuh kecil (louk kecik).15
Orang rimba untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yakni dengan berburu baik sendiri maupun berkelompok. Hewan besar seperti rusa, kijang, kancil dan babi dilakukan dengan berburu kelompok. Sedangkan untuk hewan kecil seperti burung, ikan, labi-labi dll dilakukan dengan cara berburu sendiri. Untuk burung, orang desa banyak mengambil dan mencari burung secara illegal di taman nasional untuk dijual mencari untung. 16 Kancil dan kijang merupakan binatang yang sudah punah. 17 oleh karena itu, orang rimba perlu adanya kesadaran untuk mengurangi berburu binatang tersebut karena sudah mulai berkurang.
Gambar 1.3. Cara Orang Rimba menangkap ikan
Gambar 1.3. Cara Orang Rimba menangkap ikan
Orang rimba juga menjaga sungai agar tetap bersih dan lestari dengan tidak membuang air besar dan kecil di sungai, selain itu sungai mempunyai posisi penting, karena air dari sungai digunakan orang rimba untuk minum dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan oleh orang rimba. Sehingga orang rimba mempunyai kesadaraan tinggi untuk menjaga sungai agar tetap lestari. 18
Pieter Van Beukering dan Herman Cesar pada tahun 2001 pernah melakukan penelitian tentang ekonomi hutan leuser (Sumatra Utara) menujukkan, nilai konservasi hutan jauh melebihi nilai ekonomi daripada pemanfaatan kayu. Menurut perhitungan mereka, upaya konservasi kawasan ekosistem Leuser selama 30 tahun akan memberi pendapatan Rp. 85 triliun, antara lain dari pemanfaatan air oleh berbagai sektor dan jasa lingkungan. Diantaranya penyediaan air bersih, plasma nuftah, pengendalian erosi dan banjir, penyerapan karbon, pengaturan iklim lokal, perikanan air tawar, dan pariwisata. Dalam kurun waktu yang sama, pengambilan kayu hutan hanya menghasilkan Rp. 31 Triliun.19Terkait potensi di Taman Nasional Bukit Dua Belas, belum pernah mendengar penelitian namun sangat besar manfaat yang didapat tidak hanya bagi orang rimba itu sendiri namun masyarakat sekitar yakni orang desa dan tentunya menambah devisa daerah dan negara dari konservasi hutan di taman nasional.
Catatan Kaki:
1 Disampaikan Sebagai Tenaga Survey Penelitian Orang Rimba (Suku Anak Dalam) Di Bukit Suban TNBD, Kemendikbud Pada Juni 2014
3 Materi kuliah Konservasi Flora-Fauna Langka Pada semester genap tahun 2012 di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta
4Helms, J.A (ed). 1998. The Dictionary of Forestry. UK: CABI publishing. Dalam Awang, S. 2009. Deforestasi dan Konstruksi Pengetahuan Pembangunan Hutan Berbasis Masyarakat. Jakarta : IHSA.
5 Warsi. Buku Bahan Ajar Orang Rimba dan Kebudayaannya.op.cit: 14.
6 Warsi. Buku Bahan Ajar Orang Rimba dan Kebudayaannya. Jambi: Warsi, 2013: 8.
7 Wawancara dengan Tumenggung Tarib (H. Jailani), Jumat 27 Juni 2014, pukul 15.00 WIB.
8 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
9 Warsi. Buku Bahan Ajar Orang Rimba dan Kebudayaannya.loc.cit: 19.
10 Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. Buku Pengenalan Tumbuhan Obat Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi: Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, 2013: 12.
11 Wawancara dengan Tumenggung Tarib (H. Jailani), Kamis 26 Juni 2014, pukul 16.00 WIB.
12 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
13Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. Sekilas Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi: Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, 2013: 1.
14 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
15 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
16 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
17http://www.warsi.or.id/news/2000/News_200008_TamanNasional.php?year=2000&file=News_200008_TamanNasional.php&id=185 diunduh pada Tanggal 29 Juni 2014, Pukul 21.30 WIB.
18 Wawancara dengan Bapak Mangku, Kamis 26 Juni 2014, pukul 11.00 WIB.
19 Opini Marison Guciano di Koran Kompas, Senin, 9 April 2012, berjudul “Celoteh Pelestarian Hutan”.
Komentar